Atas dasar keprihatinan terhadap kejahatan kemanusiaan, Lembaga Perkumpulan Perempuan Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK F), sebagai lembaga pemerhati dan pembela hak kaum perempuan dan anak merasa bertanggungjawab untuk memberikan penyadaran sekaligus mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama meretas dan memutuskan tali sindikat perdagangan orang yang saat ini masih dilakukan, melalui Workshop Training Of Trainer “Pencegahan TPPO Dengan Pendekatan Gender Transformatif Bagi Tokoh Agama Lintas Iman Di Keuskupan Larantuka” yang diadakan pada hari Senin, 30 September – Selasa, 1 Oktober 2024 di Aula Hotel Gelekat Nara, Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT.
Kegiatan yang dibuka oleh Gabriel Unta Da Silva, Pr selaku Vikjen Larantuka ini dihadiri oleh tokoh agama lintas Iman di Keuskupan Larantuka, yakni 10 orang Dekenat Larantuka (termasuk Solor), 10 orang Dekenat Adonara dan 10 orang Dekenat Lembata. Tokoh agama lintas iman yang hadir ini terdiri dari 5 orang perwakilan agama Islam, 1 Orang perwakilan agama Hindu, 3 orang pendeta yang mewakili agama Protestan, dan 21 orang lainnya beragama Katolik. Sebelum fasilitator memandu kegiatan, terlebih dahulu ketua Perkumpulan TRUK-F Maumere yakni Sr. Fransiska Imakulata, SSpS menyampaikan sambutannya.
Ibu Osa Keytimu sebagai fasilitator memulai kegiatan ini dengan ‘Membangun Nilai’ bersama para peserta. Selanjutnya, Ibu Osa juga memandu sesi materi tentang Kemiskinan, Menjadi Laki – laki dan Perempuan, Peran Gender dan Relasi Kuasa serta Cinta Tuhan kepada Umat-Nya. Sebelum acara penutup, para peserta membuat Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang disepakati bersama.
Melalui kegiatan ini besar harapan agar para peserta workshop memiliki pemahaman yang mendalam tentang TPPO dan dampak negatif ketidaksetaraan gender yang berkontribusi pada masalah Perdagangan Orang, menjadi trainer yang kompeten di bidang pencegahan TPPO dengan pendekatan gender transformasi yang siap mengedukasi komunitasnya masing-masing, menunjukkan perubahan sikap dan persepsi dalam komunitas lintas agama terkait isu TPPO dan kesetaraan gender sehingga lebih peka terhadap kasus eksploitasi dan perdagangan orang, serta terbangunnya sinergi antara tokoh lintas iman dalam upaya bersama untuk mencegah TPPO melalui kolaborasi dalam program-program sosial, edukasi, dan advokasi.
Lembaga-lembaga keagamaan memiliki peranan penting untuk menjadi rumah aman bagi korban perdagangan orang dan berperan aktif dalam mencegah, menghadapi dan mengatasi, memberi jalan keluar sampai kepada proses pemulihan yang menyeluruh. Kehadiran tokoh agama diharapkan membawa kabar baik melalui suara kenabian agar para pekerja migran Indonesia dan seluruh masyarakat hidup dengan damai dan bisa menjalani kehidupan nyata yang beradab dan manusiawi. (Fani)