Setiap tanggal 30 Juli seluruh dunia memperingati Hari Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Adapun tema yang diusung pada tahun ini yaitu “Use and Abuse of Technology”.
TPPO meliputi beberapa unsur yaitu proses, cara dan tujuan dari pengiriman. Tidak hanya itu, eksploitasi juga termasuk dalam TPPO.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam situsnya menjelaskan bahwa perdagangan manusia merupakan tipe kejahatan transnasional yang mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, Hari Anti TPPO Sedunia pun lahir untuk mengatasi permasalahan perdagangan manusia tersebut.
Dilansir dari sumaterapost.co, sejarah penetapan hari anti TPPO sedunia terungkap dalam situs Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Semenjak 2003, United Nations Office on Drug and Crime (UNODC) telah mencatat sebanyak 225 ribu kasus TPPO. Setelahnya laporan kasus semakin bertambah banyak.
Kemudian pada 2006 The United Nations Economic and Social Council (ECOSOC) meminta kepada dunia untuk senantiasa membantu secara teknis kepada negara yang memiliki kasus TPPO. Bahkan saat itu pemerintah Jepang menggelar koordinasi dan kolaborasi internasional dalam melawan TPPO. Beberapa organisasi yang hadir pada pertemuan itu yaitu ILO, IOM, UNICEF, UN Women, UNCHR, dan UNODC. Mereka bersama-sama membentuk kelompok anti TPPO.
Pada Maret 2007 lahirlah kelompok yang bernama Inter-Agency Coordination Group Against Human Trafficking (ICAT). Dilanjutkan pada 2010 Majelis Umum PBB membuat rencana memerangi TPPO dengan terciptanya “Dana Perwalian Sukarela-PBB”. Pada 2013, Majelis Umum membuat resolusi bernomor A/RES/68/192 serta menetapkan vahwa 30 Juli merupakan Hari Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sedunia.
Resolusi tersebut memiliki tujuan berupa meningkatkan kesadaran tentang situasi korban perdagangan, mengupayakan kemajuan korban dan melindungi hak-hak korban.
Indonesia sendiri hingga saat ini merupakan salah satu negara sumber, transit atau tujuan TPPO. Korbannya kebanyakan adalah perempuan dan anak. Mereka dieksploitasi di berbagai sektor, mulai dari domestik, hiburan, konstruksi, pariwisata, seks, kehutanan, perikanan, pertambangan dan sektor lainnya.
Praktik TPPO di Indonesia hingga kini masih terjadi karena faktor kemiskinan, pengangguran, ketimpangan gender serta mudahnya akses terhadap pemalsuan dokumen. Ditambah lagi dengan faktor lain yaitu kurangnya pendidikan, minimnya lapangan pekerjaan dan upah yang layak serta upaya negara yang kurang optimal dalam memberikan perlindungan untuk rakyat.
Semoga dengan adanya peringatan hari anti TPPO 30 Juli 2022 ini dapat menjadi refleksi bersama bahwa kasus TPPO di Indonesia berada dalam taraf darurat. Seluruh unsur harus bahu membahu dalam memeranginya. Terutama negara harus memberikan perlindungan sejati pada rakyatnya, jangan diam saja.
Negara memiliki peran penting baik dalam regulasi dan eksekusi di lapangan. Mengenai regulasi pun sudah cukup jelas pasalnya melindungi rakyat. Namun, pada fakta di lapangan justru banyak oknum dari pemerintah yang terlibat dalam sindikat perdagangan orang. Seperti dalam pemalsuan dokumen, ada banyak oknum yang terlibat di dalamnya. (Roudhotul Jannah)