Pada tanggal 17–19 Juli 2023 telah diadakan Asia Region Anti-Trafficking (ARAT) Conference di Prime Plaza Hotel Sanur Bali. Pertemuan ini dihadiri oleh lebih dari 200 peserta dari setiap negara anggota Asean, di mana terdapat di dalamnya juga bagian dari Zero Human Trafficking Network (ZHTN) yakni Ibu Eka Munfarida Direktur Lembaga KITA INSTITUTE Wonosobo, Jawa Tengah dan Sr. Fransiska Imakulata, SSpS Ketua Perkumpulan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan (TRUK) Maumere, Flores NTT. Tujuan diadakannya pertemuan ini adalah untuk melakukan shering pengetahuan dan pengalaman dalam pencegahan, penanganan dan advokasi hingga pemberdayaan kelompok masyarakat yang rentan.
Terlaksananya ARAT merupakan Inisiatif dari Komunitas Pembelajaran Global (Global Learning Community), Komunitas Chab Dai, The Freedom Story, Dark Bali dan Red Oak Hope dimana kesemuanya itu berada di Asia yang konsen dalam pencegahan, penanganan, dan advokasi terhadap kasus perdagangan orang, kemudian menjadi agenda rutin yang dilakukan setiap Dua tahun sekali. Pertemuan kali ini menghadirkan narasumber dari berbagai negara yakni; dari Amerika, India, Nepal, Myanmar, Kamboja, Taiwan, dan Indonesia yang memiliki latar belakang berbeda mulai dari penyintas, peneliti, sampai yang menjadi ahli dalam pencegahan, penanganan, advokasi dan pemberdayaan penyintas dan masyarakat.
Dinamika pertemuan tersebut dibuat menyenangkan ditambah lagi peserta mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan banyak orang dari berbagai NGO serta berdiskusi Bersama untuk saling membagikan pengalaman dalam melakukan pencegahan, penanganan, advokasi dan pemberdayaan.
Setelah mengikuti konferensi tingkat regio Asia tentang Anti Perdagangan Orang, dua perwakilan ZHTN (Ibu Eka dan Sr Ika) mengikuti kegiatan Indonesia Anti Trafficking (IAT) yang diselenggarakan oleh Dark Bali, dimana dilangsungkan di tempat yang sama yakni di Hotel Prime Plaza Sanur Bali pada tanggal 20-21 Juli 2023. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 100 peserta dari berbagai organisasi yang bekerja di berbagai daerah, juga dihadiri oleh para penyintas, seperti Memey, Mariance Kabu dan Tuto.
Proses dan kegiatannya tidak jauh berbeda dengan ARAT. Narasumber yang ada dihadirkan dari berbagai organisasi dengan topik pembicaraannya adalah bagaimana bekerja kolaborasi, data yang terintegrasi dan pemberdayaan penyintas TPPO.
Dalam kegiatan ini ada sesi di mana Peserta dibagi dalam ruang kelas untuk membicarakan topik tertentu yakni; bagaimana melakukan managemen komunikasi dengan metode wawancara motivasi dengan korban TPPO yang diberikan oleh Claudette seorang Psikolog dari Amerika, Dinamika tim kerja dalam sebuah organisasi oleh Martin seorang Psikolog dari Amerika, Layanan bagi korban TPPO dalam perspektif HAM oleh Willybordus Balawala dari Badan Solidaritas Center dan lain sebagainya.
Diakhir kegiatan peserta dibagi dalam kelompok sesuai geograpgy wilayah, untuk mendiskusikan tantangan, dan Langkah apa saja yang di lakukan untuk mengatasi tantangan tersebut.
Pengetahuan yang dibagikan kepada peserta tentu sangat memperkaya wawasan dalam bekerja sebagai jaringan yang memerangi kejahatan tindak pidana perdagangan orang di dunia dan di Indonesia untuk mewujudkan harapan bahwa masyarakat internasional bebas dari perdagangan orang. (Fani)