Dalam rangka merayakan Hari Gerakan Kebangkitan Perempuan Indonesia yang seringkali hanya sebatas hari ibu, Hanaf Perempuan Flobamoratas menginisiasi peluncuran film Hanaf (Suara): Cerita Perempuan Pekerja Rumah Tangga di Kota Kupang, Jakarta dan Malaysia pada Jumat (22/12/23). Peluncuran ini dilakukan secara virtual dengan mengundang empat orang penanggap diantaranya adalah Pdt. Emmy Sahertian (Devisi Advokasi Zero Human Trafficking Network), Lita Anggraini (Koordinator JALA PRT), Tiasri Wiandani (Komisioner Komnas Perempuan), Ana Djukana (LPA NTT).
Hanaf Perempuan Flobomaratas merupakan sebuah organisasi berbasis komunitas yang didukung oleh UnionAID dari New Zealand melalui program INSPIRASI mendokumentasikan narasi-narasi perempuan pekerja rumah tangga (PRT) dalam sebuah film. Film yang berdurasi tiga puluh menit ini mengangkat kondisi perempuan PRT asal NTT saat bekerja baik dalam negeri maupun luar negeri di mana mereka sangat rentan mengalami kekerasan, eksploitasi dan penyiksaan karena lemahnya perlindungan hukum bagi mereka.
(Foto: Pemutaran Film)
Film ini juga mengungkap fakta lain tentang penderitaan berlapis perempuan PRT akibat KDRT, pemiskinan, akses pendidikan yang terbatas hingga putus sekolah, serta migrasi tidak aman. Tunduk dan pasrah bukan pilihan mereka. Bersuara adalah cara perempuan PRT melawan dan berjuang keluar dari penindasan.
Disebutkan oleh Pdt. Emmy dalam tanggapannya bahwa film ini PRT merupakan pekerjaan yang sangat rentan dan bisa masuk dalam terkaman mafia TPPO. Pdt. Emmy juga mengatakan bahwa isu PRT berkaitan erat migrasi yang terjadi di NTT, dijelaskan bahwa migrasi itu adalah migrasi terpaksa. Terpaksa karena harus memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
(Foto: Para Penanggap)
Sedangkan Tiasri berharap agar pemerintah bisa melihat urgensi UU Perlindungan PRT sehingga PRT menjadi sebuah sektor pekerjaan yang baru dan berkontribusi pada penekanan angka pengangguran, pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.*Jeny.