Pustaka Obor Indonesia mengadakan Launching dan Diskusi Buku ‘Pelindungan Negara atas Perempuan Pekerja Migran Indonesia’pada Jumat, 12 Mei 2023 dengan mengundang Wahyu Susilo (Direktur Eksekutif Migrant Care) sebagai pembahas buku yang di tulis oleh Ana Sabhana Azmy (Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Pertemuan yang diadakan secara virtual ini di moderatori oleh Ardy Milik (Junior Researcher IRGSC, Institute of Resource Governance and Social Change). Duta Besar Indonesa untuk Malaysia, Hermono memberikan apresiasi kepada penulis atas kerja kerasnya dalam untuk mengkaji masalah perlindungan pekerjaan migran Indonesia khususnya pekerja perempuan.
“Saya sudah membaca bukunya. Kita tahu bahwa persoalan yang terbesar dari pekerja migran perempuan itu memang ada tingkat kerawanan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang laki-laki karena kondisi dia sebagai perempuan. Ada unsur-unsur dan ini dampaknya pun sangat luas sebetulnya dan juga tentunya self defense atau kemampuan untuk membela diri juga lebih terbatas.” Ungkap Hermono dalam sambutannya.
Selanjutnya Wahyu Susilo menyampaikan beberapa hal tentang tinjaun kritis yang penting untuk dicatat yaitu pertama untuk membuka konteks kasus tidak hanya di Malaysia atau di Hongkong namun juga di negara-negara ASEAN lainnya; kedua bahwa situasi perlindungan pekerja migran yang menjadi tantangan. Hal itu disebutkan dalam buku di halaman 333, Erwina yang adalah salah satu korban menyatakan bahwa peran pemerintah Indonesia minim dan berjalan lambat dibandingkan dengan tindaka atau upaya yang dilakukan oleh organisasi kemanusiaan.
Ana, sebagai penulis dari buku Pelindungan Negara Atas Perempuan Pekerja Migran Indonesia menyampaikan ada tujuh bab dalam buku dan menjelaskan poin-poin utama dari setiap bab. Pada bab pertama membahas tentang kebijakan negara atas perlindungan pekerjaan migran Indonesia yang bermasalah. Pab kedua dihadapkan dengan konteks sejarah migrasi Tenaga Kerja Indonesia yang bahkan ada sebelum orde lama dan melihat keseriusan pemerintah untuk melindungi warga negaranya. Bab ketiga berpijak pada konteks kebijakan penempatan tenaga kerja di Malaysia dan Hongkong di era Presiden Joko Widodo. Bab keempat adalah peran negara dalam perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia dari tiga aspek yaitu perlindungan hubungan kerja, perlindungan hukum dan akses hukum. Bab kelima adalah spesifikasi perlindungan warga negara (secara khusus pada perempuan pekerja migran) dari tiga aspek tadi di Hongkong. Bab keenam difokuskan pada pendekatan dari tiga rezim yang di gagas oleh Gunawardana yaitu Rezim Broker, Rezim Regulasi dan Rezim Perfeksionis. Di bab ketujuh, sebagai bab penutup menjawab tentang implementasi kebijakan perlindungan negara dari tiga aspek yang dijelaskan pada bab keempat dan bab kelima. Selanjutnya pada kesimpulan, Ana menyebutkan bahwa peran pelindungan negara atas lima perempuan PMI (tiga di Malaysia dan dua di Hongkong) relative bergantung pada peran civil society yang kuat jadi proteksi atas pemerintah itu parsial tidak berdiri tunggal, yang mana pelindungan itu belum ada sejak keberangkatan pekerja migran.
Dalam closing statement Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono berharap agar buku ini dapat membangun suatu kesadaran kolektif tentang perlunya upaya bersama mengatasi masalah pelindungan buruh migran Indonesia karena isu perlindungan atau isu migrasi semakin lama semakin penting dan situasinya juga semakin tidak baik.*Jenny