Zero Human Trafficking Network

Connecting People, Make the Movement Visible

Konsep Mitra dan Eksploitasi pada Kurir Shopee Express

Facebook
Twitter
LinkedIn

Semenjak pandemi, banyak orang yang berbelanja secara online dan menggunakan layanan antar untuk mengantarkan pesanannya sampai rumah. Berbagai e-commerce saling berlomba dalam menawarkan performanya dan bersaing dalam segi harga menyuguhkan yang termurah kepada pelanggan. Apalagi pada Hari Jebol Nasional (Harbolnas), akan ada banyak promo gratis ongkir dan potongan ongkir yang ditawarkan. Hal tersebut juga terjadi pada Shopee Express (SPX). Sebagaimana yang diketahui bahwa Shopee, e-commerce yang paling digandrungi masyarakat Indonesia memiliki ekspedisi sendiri.

Informasi dari Twitter @arifnovianto_id menyebutkan  bahwa upah para kurir Shopee Express dipangkas perusahaan. Awalnya kurir dibayar Rp. 5.000 per paket, kemudian menjadi Rp. 3.000, Rp. 2.500, dan puncaknya, sejak April 2021 menjadi Rp1.500 per paket.

Sumber Foto Google

Menanggapi itu, Dosen hukum ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati mengatakan semua kurir jasa ekspedisi bisa saja bernasib seperti kurir-kurir SPX selama masih menyandang status sebagai mitra. Menurut Nabila, sistem hubungan kerja kemitraan yang dijalankan Shopee dan kawan-kawan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Yang sekarang terjadi sekarang kan hubungan kemitraan yang sifatnya semu. Kalau ini betul-betul hubungan kemitraan, kan seharusnya para pihak seimbang. Artinya, enggak boleh tuh ada para pihak yang mengubah ketentuan salah satu pihak,” ujar Nabiyla saat dihubungi Alinea.id, Senin (19/4).

Dalam UU UMKM, kemitraan dijelaskan sebagai “kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku UMKM dengan usaha besar”. Pola kemitraan kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan UU UMKM. Jika mengacu pada PP itu, model kemitraan yang paling mendekati antara Shopee dan mitra kurirnya ialah kemitraan bagi hasil.

Dalam PP itu, tidak dijelaskan secara gamblang mengenai tanggung jawab usaha besar terhadap mitranya dalam kemitraan bagi hasil. Yang ditegaskan hanya adanya kontribusi dan keuntungan atau kerugian yang ditanggung masing-masing pihak sesuai perjanjian yang disepakati.  Dengan konsep kemitraan itu, Nabiyla menilai, perusahaan merasa tidak memiliki kewajiban untuk memberikan hak-hak pekerja sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Nah, ini artinya menunjukan ada kekosongan hukum yang ditangkap oleh pengusaha untuk mempekerjakan seseorang tidak dengan hubungan kerja, tetapi kemitraan. Ini karena kemitraan sendiri tidak ada kejelasan hukumnya,” kata dia.

Tanpa ada definisi yang jelas mengenai mitra serta aturan terkait hak-haknya, menurut Nabiyla, pihak perusahaan, penyedia jasa, dan pemilik aplikasi bisa sewaktu-waktu memberikan sanksi atau bahkan memberhentikan para mitra tanpa harus membayar kompensasi. (Jannah)

More Posts

Proses sketsa Street Art Atambua

Kampanye Sosial Melalui Karya Seni

Dalam rangka menyongsong 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence), Youth Task Force Anti TPPO gandeng Pemuda GMIT divisi

id_IDBahasa Indonesia