Zero Human Trafficking Network

Connecting People, Make the Movement Visible

Festival KTI IX Adakan Seminar Tentang Perdagangan Orang NTT

Facebook
Twitter
LinkedIn
Peserta Seminar

Kupang – Festival Forum Kawasan Timur Indonesia (KTI) IX turut mengadakan seminar tentang perdagangan orang di NTT. Seminar dengan tajuk “Menyoal Perdagangan Orang Nusa Tenggara Timur dan Menagih Komitmen Negara” ini bertempat di Hotel Harper Kupang pada Kamis (27/07/23).

(Foto: Para Narasumber)

Seminar ini menghadirkan empat narasumber, Siwa (Kepala BP3MI), Suster Laurentia (JPIC Divina Prudentia), Pendeta Emmy Sahertian (Komunitas Hanaf) dan Wahyu Susilo (Migrant CARE).

Mulyadi, Project Manager Migrant CARE, selaku moderator menyatakan seminar ini sebagai tanda keprihatinan dan komitmen bersama untuk mengakhiri perdagangan orang, khususnya di NTT. “Sebab saat ini zona merah perdagangan orang adalah wilayah Nusa Tenggara Timur” pungkasnya di awal seminar.

(Foto: Presentasi oleh Siwa)

Siwa sebagai pembicara pertama memaparkan materi berjudul “Pelayanan Penempatan dan Masalah Pekerja Migran Asal NTT”. Ia mengatakan pekerja non prosedural menjadi awal masalah hingga terjadinya banyak rentetan kasus.

Selanjutnya, Suster Laurentia membagikan cerita reflektif dalam perjuangan kemanusiaan, terlebih khusus selama melayani di kargo dan mengantar jenazah PMI hingga ke kampung halaman.

(Foto: Refleksi Sr. Laurentina, SDP)

“Kami hanya melakukan kerja-kerja yang kecil, belum banyak bagi negri. Tapi kami mesti melawan, tidak bisa diam bila terjadi ketidakadilan seperti saat ini, dan setiap janji akan kami tagih” ungkap Suster Laurentia.

Pendeta Emmy membuka pemaparan sebuah video pemulangan jenazah PMI NTT. Jenazah yang ke-80 dan ke-81 per 25 Juli. Satu di antaranya adalah jenazah seorang perempuan.

“Perempuan menjadi kelompok yang paling rentan di NTT dalam kasus TPPO” tegasnya. Pendeta Emmy menyatakan banyak pekerja migran yang tidak terlindungi di luar negri. Karena itu, ia amat menekankan pentingnya amandemen UU perlindungan pekerja migran yang berbasis nasionalisme.

(Foto: Penjelasan Pdt. Emmy)

“Saya menolak para pekerja migran disebut pahlawan devisa. Itu sesuatu yang semu. Karena kalau benar mereka pahlawan maka makam pahlawan di NTT akan penuh sesak” ungkap Wahyu Susilo, pembicara keempat.

Wahyu Susilo menerangkan problem perdagangan orang sebagai rangkaian persoalan yang kompleks. Ia menyatakan adanya kaitan erat antara isu perdagangan orang dengan demokrasi, dan penegakan hukum serta komitmen melawan korupsi. Seusai narasumber memberikan paparan, acara dilanjutkan dengan diskusi bersama. Para peserta amat antusias memberikan tanggapan, pertanyaan, dan usulan.

(Foto: Suasana Seminar)

Dewi Putri, salah seorang peserta amat mengapresiasi adanya kegiatan seminar ini. “Penting adanya kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, LSM dan pihak terkait. Agar lewat ruang sosialisasi dan edukasi, para warga kita terkhusus yang di desa-desa bisa lebih paham isu serta dampak dari perdagangan manusia” tutur Dewi. (Yoseph)

More Posts

id_IDBahasa Indonesia