Zero Human Trafficking Network

Connecting People, Make the Movement Visible

Diskusi Reguler Solidaritas Perempuan Flobamoratas Gandeng Anggota Youth Task Force Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang Simpul Nusa Tenggara Timur

Facebook
Twitter
LinkedIn

Solidaritas Perempuan Flobamoratas (SPF) adalah komunitas komunitas ke-14 di bawah Perserikatan Solidaritas Perempuan. Solidaritas Perempuan mulai meluaskan gerakannya ke Nusa Tenggara Timur (NTT)  sejak 2017. Salah satu fokus utama isu SPF adalah perempuan buruh migran dan keluarganya.

Prihatin dengan isu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menggurita di NTT dengan perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terjerat lingkaran setan TPPO dan migrasi tidak aman, SPF menyelenggarakan diskusi reguler dengan judul “Mengungkap Fakta Perdagangan Orang, Migrasi Aman: Solusi atau Ilusi?

Diskusi reguler ini diselenggarakan pada Jumat (28/02/2025) dengan menggandeng Ernesto Maia sebagai pembicara. Ernesto adalah salah satu anggota dari Youth Task Force Anti TPPO (YTF ATPPO) Simpul NTT sekaligus menjadi anggota tetap di SPF.

(Foto: Ernesto Maia)

Ernesto menyoroti tagar #kaburajadulu yang viral di media sosial, menyoroti urgensi migrasi yang aman. Menurutnya meski Indonesia memiliki landasan hukum kuat, seperti UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, implementasinya masih lemah. Proses peradilan sulit, sistem hukum belum efisien, dan pelaku sering lolos dari hukuman. Korban pun kerap mengalami trauma, eksploitasi, serta kehilangan identitas dan masa depan.

Di sisi lain, migrasi tenaga kerja memang memberikan manfaat bagi individu dan negara. Peningkatan remitansi, kapasitas SDM, serta pertumbuhan ekonomi menjadi dampak positifnya. Namun, proses migrasi legal sering dianggap rumit, mahal, dan memakan waktu, sehingga banyak yang tergoda memilih jalur ilegal, meski penuh risiko.

(Foto: Emiritus Pdt. Emmy Sahertian)

Emiritus Pdt. Emmy Sahertien dalam tanggapannya bahwa TPPO sering kali terkait dengan kekerasan berbasis gender, terutama terhadap perempuan yang tidak memiliki suara dalam melaporkan kekerasan. Laki-laki juga tertekan oleh tuntutan ekonomi dan budaya, seperti kewajiban membayar belis (mas kawin), yang memaksa mereka bekerja di luar negeri.

Oleh karena itu pemerintah perlu memperkuat sistem perlindungan tenaga kerja migran dengan menyederhanakan prosedur legal serta meningkatkan edukasi agar calon pekerja memahami hak dan risiko mereka. Perlindungan yang lebih baik bukan hanya menyelamatkan individu, tetapi juga mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari perdagangan manusia yang masih menjadi masalah besar di Indonesia. (Jeny)

More Posts

id_IDBahasa Indonesia