Merayakan Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia yang jatuh pada Minggu (30/07/2023), Youth Task Force Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (YTF ATPPO) menyelenggarakan Webinar Series, Bincang Asik Perdagangan Orang (BISIK PERAN) Episode 2 dengan menghadirkan dua narasumber utama yaitu Mia Marnia (Direktur Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia-IJM Indonesia) dan Karsiwen (Ketua Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia-Kabar Bumi).
“Isu Perdagangan Manusia adalah isu yang saat ini sedang di perjuangkan dan mungkin akan terus akan kita perjuangkan dan kita suarakan untuk membela hak-hak mereka.” jelas Eka Munfarida, Direktur KITA Institute dalam sambutannya. Selanjutnya, Eka juga mengingatkan bahwa sekarang ini siapa saja bisa menjadi korban, baik yang berpendidikan tinggi maupun tidak.
Pada kesempatan ini, Mia Marnia memaparkan materi tentang pencegahan TPPO di Indonesia dan kaitannya dengan force labor (kerja paksa) dan perbudakan modern dalam online scaming (penipuan online) .
“Forced Scamming adalah modus terbaru dari TPPO yang sekarang ini sedang menjadi tren dengan memanfaatkan teknolgi yang sasarannya adalah orang-orang dengan latar belakang pendidikan yang cukup.” Jelas Mia. Selanjutnya, Mia memberikan rekomendasi pencegahan kepada individu dan keluarga yaitu agar lebih teliti terhadap lowongan pekerjaan dan meminta detail perusahaan, meminta kontrak kerja dengan bahasa yang bisa dimengerti, memiliki visa kerja, laporan kepada aparat pemerintah dan melaporkan ke penegak hukum jika menemukan perekrutan yang mencurigakan.
Karsiwen, membagikan pengalamannya menghadapi realita TPPO di Indonesia, secara khusus di Nusa Tenggara Timur (NTT) serta kerentanan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi korban Perdagangan Orang. Menurutnya, saat ini modus TPPO berkembang sangat luas, ada kerja paksa yang lain seperti buruh yang dikirim keluar negeri dengan gaji yang sangat minim dengan mayoritas pekerja adalah perempuan.
Untuk TPPO di NTT sendiri adalah pekerja migran yang tidak berdokumen. Dari hasil analisis KABAR BUMI, melihat bahwa mayoritas orang memilih untuk pergi bekerja dengan tidak berdokumen adalah karena prosesnya cepat dan murah.
Ia juga menyinggung tentang UU No.21 tahun 2007 tentang Pemberantas TPPO yang belum mampu mengakomodir perkembangan modus TPPO yang sangat luar biasa.
“Kondisi rentan ini tidak hanya ketika menjadi korban TPPO tetapi dimulai ketika kita menjadi warga negara Indonesia. Kita semua sudah rentan,” tegas Karsiwen. Untuk itu, menurutnya perlu mengubah paradigma masyarakat dan pengetahuan masyarakat tentang menjadi Pekerja Migran yang prosedural. Bukan hanya sekedar penegakan hukum tapi juga menanggulangi dari penyebab TPPO itu sendiri. (Jeny)