Foto oleh Komunitas Hanaf
Youth Task Force Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (YTF ATPPO) yang merupakan gugus tugas dari Zero Human Trafficking Network (ZHTN) menyelenggarakan pertemuan virtual untuk membahas tentang Perdagangan Manusia yang menggurita di Indonesia. Pertemuan ini dilakukan pada Selasa (11/04/2023), pukul 13.00 WIB/14.00 WITA via ZOOM Meeting dengan mengundang tiga orang narasumber. Dua orang penyintas TPPO yaitu Mariance Kabu dari Nusa Tenggara Timur dan Sriati dari Jawa Timur, serta Karsiwen dari KABAR BUMI yang memaparkan materi tentang TPPO. Pertemuan ini diikuti oleh 52 peserta dari berbagai organisasi.
Sambutan disampaikan oleh Romo Agus Duka, SVD selaku Koordinator Zero Human Trafficking Network yang mengungkapkan bahwa ada begitu banyak orang Indonesia yang menjadi PMI Ilegal di luar negeri, Nia dari KITA Institute menyebutkan perlu untuk mendengarkan suara dari penyintas TPPO agar semakin banyak yang peduli dengan isu kemanusiaan ini, dan Jannah selaku Ketua YTF ATPPO yang menjelaskan masih banyak orang yang belum paham tentang TPPO, terutama anak muda. Untuk itu, Bincang Asik Perdagangan Orang (Bisik Peran) hadir untuk menjawab keresahan tentang isu Human Trafficking yang tidak ada habisnya di Indonesia.
Diawali dengan testimoni dari Sriati yang menjadi korban Perdagangan Manusia di usia belia karena ia adalah seorang perempuan. Sriati dilarang untuk melanjutkan sekolah dan dipaksa untuk menikah dini namun memilih kabur dan terjebak lingkaran Perdagangan Orang. Kesimpulan dari kisah yang dibagikan Sriati adalah ia tidak tahu saat harus lari kemana saat menjadi korban, ada pemalsuan identitas diri, pekerjaan tidak sesuai kontrak kerja, dokumen ditahan, dan mengalami kekerasan berlapis yaitu pelecehan seksual dan penganiayaan. Sedangkan dari Mariance Kabu, keinginan terbesarnya untuk bekerja di luar negeri adalah karena masalah ekonomi dan di dukung oleh Tim Doa di desanya yang menyebutkan bahwa ia adalah orang terpilih. Hal yang dialami oleh Mariance sama dengan Sriati. Nekad pergi, ia malah mendapatkan penyiksaan oleh majikan.
“Saya bercerita tentang pengalaman ini supaya teman-teman dapat mengetahui daan sama-sama merasakan. Saya sangat bersyukur saya masih diberikan kesempatan untuk hidup.” Ungkap Mariance menutup kisahnya.
Karsiwen, dalam pemaparan materinya menjelaskan kata kunci dari TPPO adalah proses, cara dan ekploitasi. Karsiwen juga membagikan tips yang bisa dilakukan saat menjumpai kasus TPPO di lingkungan sekitar yaitu dengan mencoba mengetahui lebih dalam apa yang terjadi, menawarkan bantuan kepada korban dengan prinsip pelayanan berpihak pada korban, dan mendampingi kasus secara komprehensif meliputi dampingan hukum, fisik, psikologis dan psikososial.
Antusiasme peserta terlihat dari berbagai pertanyaan yang diajukan kepada ketiga narasumber. Pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan modus terbaru, pendampingan yang didapat oleh penyintas dan keluarga, kasus KBGO yang marak terjadi, regulasi TPPO, dan sosialisasi pada pemerintah desa.
Berkaitang dengan kegiatan Bisik Peran-Indonesia Darurat Perdagangan Orang, Romo Agus menyampaikan kesannya bahwa pertemuan ini inspiring,dalam usianya yang masih relatif muda, antusiasme para personel YTF ATPPO terhadap persoalan Human Trafficking sungguh diacungi jempol. Harapannya antusiasme ini tetap berkelanjutan dan merambah ke teman-teman muda lain di Indonesia. Salah satu peserta pertemuan, Theresia Jelty, juga memberikan tanggapannya terkait kegiatan ini. Ia mengatakan bahwa banyak ilmu yang didapat. Awalnya berpikir bahwa tidak ada masalah terkait orang-orang yang merantau namun ternyata begitu banyak masalah yang dihadapi. Misalnya mama Mariance yang diperlakukan secara tidak layak oleh majikannya di Malaysia. Materi TPPO yang didapat dari pertemuan ini akan dibagikan ke keluarganya agar terhindar dari kasus Human Trafficking.* ( Jeny)